Minggu, 19 Februari 2012

Tarbiyah dzatiyah

Tarbiyah Dzatiyah merupakan sarana tarbiyah yang dilakukan seseorang terhadap dirinya sendiri
Ini berupa program pribadi yang dilakukan untuk memeperbaiki diri kita sendiri.

Urgensinya?
  1. Menjaga diri lebih didahulukan sebelum menasihati orang lain (QS At Tahrim 6). Ketika kita yakin kita mampu kita akan lebih bisa mengajak orang lain.
  2. Jika bukan diri kita yang mentarbiyah diri kita sendiri, siapa lagi? Karena hanya kitalah yang paling paham mengenai kelemahan dan kekurangan kita masing-masing, sehingga dengan mengetahui hal tersebut kita bisa memfokuskan hal apa yang akan kita tarbiyah dari diri kita.
  3.   Hisab kelak bersifat individual, bukan jama’ah, yang diperhitungkan mengenai amalan dan sepak terjang kita masing-masing yang tidak bisa kita menggantungkannya pada orang lain. Dan tiap-tiap manusia telah kami titipkan amal perbuatannya, sebagaimana tetapnya kalung di lehernya. Dan kamu keluarkan baginya pada hari kiamat sebuah kitab yang dijumpainya terbuka. Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada waktu ini sebagai penghisabmu (QS AL Israa’ 13-14)
     jadi, mulailah mandiri dalam beramal, tanpa menjadikan, ketidakberadaan teman sebagai suatu penghalang.
  4. Apabila kita terbiasa tarbiyah dzatiyah akan lebih mempercepat perubahan, dan dalam mengatasi futur akan lebih mudah. Karena kita tahu apa saja kebutuhan kita menuju perbaikan diri, terhadap aib-aib kita yang hanya kitalah yang paling mengetahuinya. Nah, ketika tarbiyah dzatiyah sudah tersibghah dengan baik, maka kita akn mampu memilah dengan cerdas dan peka manakah yang baik, dan yang tidak.
  5. Tarbiyah dzatiyah merupakan sarana dakwah yang terkuat. Karena dengan dzatiyah kita yang kuat, dakwah kita, entah melalui taujih maupun nasihat, akan lebih didengar oleh orang lain. Prinsipnya, untuk merubah orang lain, haruslah mengubah diri kita dahulu. Apabila kita bisa menjadi qudwah, inshaALLAH orang lain akan merasa tentram baik dengan keberadaan kita maupun terhadap ucapan kita.
  6. Tarbiyah dzatiyah sebagai cara tepat dalam memperbaiki realitas sekarang ini, di tengah era teknologi yang maju, tentu banyak tantangan di luar sana. Terlebih apabila kita berada di daerah minoritas yang di sana tidak terdapat komunitas seperti yang menjaga kita sekarang ini. Adanya tarbiyah dzatiyah, akan membuat kita tetap survive pada komitmen kita.
  7.   Tarbiyah yang istimewa, yakni mudah diaplikasikan dan ada banyak sarana yang mendukung. Inilah mengapa tarbiyah ini memungkinkan untuk dilakukan di setiap saat terhadap problema pribadi kita, melakukan program harian, dan sebagainya..

SARANA?
Sarana tarbiyah dzatiyah meliputi:
  •  Muhasabah [Al Hasyr 19]
Meliputi amal, niat, dan tujuan dari setiap tindakan kita sehari-hari. Yakni dengan melihat secara jujur, apa kebaikan dan keburukan kita, kemudian melakukan revisi diri menuju lebih baik.
RasuluLlah bersabda, “orang yang cerdas adalah orang yang meghisab dirinya dan berbuat untuk akhiratnya.”
apalagi, di akhirat kelak, tentu hisab, yang dilakukan oleh ALLAH, akan lebih besar.

Jenis muhasabah:
  Rutin, dianjurkan pada setiap malam menjelang tidur. Jangan disepelekan hal ini, agar kita peka terhadap fikroh, gaya hidup, yang mungin terpengaruh lingkungan kita, tanpa kita sadari. Juga disertai dengan taubat nasuha, agar ketika tidur kita tentram dan tak membawa beban.
 Yang perlu dimuhasabahkan:
1.     Bab aqidah, yakni mengidentifikasi hal-hal apa saja yang telah memperlemah tauhid kita
2.     Ibadah, sholat khususnya, meliputi kekhusyu’annya, lalu birrul walidain, silaturrahim, dan tugas utama kita: amar ma;ruf nahi munkar.
3.     Muhasabah terhadap hal yang sebaiknya tidak dilakukan, yakni seperti obrolan yang tidak bermanfaaat, yang mungkin membuat kita ‘sibuk’ sehingga target tilawah tak tercapai, juga jam tidur yang terlalu lama, dan bicara yang tak perlu sehingga membuat lalai
4.     Muhasabah terhadap hal mubah/wajar, misal: kebiasaan pergi ke salon yang terlalu sering, ditinjau kembali dari segi manfaat dan mudharatnya, untuk duniawi atau ukhrawikah? Dan dalam rangka apa kita melakukannya?
5.     Merinci alokasi waktu kita, lebih dominan untuk kegiatan apa?
Karena kita akan dihisab atas 4 hal: umur kita, utk apa kita gunakan? Masa muda, untuk apa saja kita habiskan? Harta kita, bagaimana kita memperolehnya dan untuk apa saja kita belanjakan? Serta ilmu kita, sudah sejauh mana kita mengamalkannnya?

  • TAUBAT
o   Wajib untuk disegerakan, terutama setelah kita menyadari dosa-dosa kita, melalui proses muhasabah
Ibnu Taimiyah,” setiap hamba selalu berada di atas nikmat Allah yang perlu ia syukuri
o   Maksiat dan dosa merupakan sebab terbesar penghalang habluminnaLlah kita
o   Kebutuhan seseorang terhadap taubat/ampunan ALLAH lebih besar daripada yang ia kira
o   Apabila kita terindikasi gagal dalam melakukan amal shalih, sangat penting untuk segera bertaubat, yakni dengan berhenti melakukannya, menyesal, dan melakukan amal shalih
[QS At Tahrim 8]
o   RasuluLlah bersabda,”sungguh aku beristighfar kepada Allah sebanyak 100 kali dalam sehari.”
o   Dosa itu terjadi bukan hanya karena melakukan perbuatan maksiat, namun juga karena kita tidak (belum) melakukan kewajiban syar’i secara benar. Tidak melakukan apa yang seharusnya bisa/mampu kita lakukan, misal memperbaiki bacaan, sholat awal waktu, tidak dengki dan sombong.
o   Taubat yang dilakukan harus jujur dan dengan serius, sepenuh hati

SARANA?
  1.  DzikruLlah, yang paling utama, dengan membaca Al Qur’an juga Al Ma’tsurat di pagi dan sore hari
  2. Perbaikan Akhlaq dan moral, ibadah yang tidak terpengaruh oleh orang lain. Karena akhlaq kita tidak mungkin sempurna, bisa meneladani dengan bergaul bersama teman-teman yang berakhlaq mulia, karena setiap orang akan mengikuti teman karibnya.

Setiap orang tidak lepas dari dosa, maka perlulah taubat yang disertai khauf dan roja’ (rasa takut dan harapan) terhadap diterimanya taubat kita.
Antara khauf dan roja’ tidak bisa dihitung prosentasinya secara matematis, karena situasional, namun tidak boleh kita memvonis/melakukan judgement terhadap diri kita sendiri, sehingga harus proporsional dan adil.
Sikap optimis harus selalu ada, bisa dimunculkan dengan memperbanyak ilmu, bergaul dengan orang-orang yang baik juga perbanyak membaca buku-buku
Dan yang paling urgen: BERDO’A
Habluminnallah yang terbangun dengan baik, bukan dengan do’a yang tergesa. Do’a merupakan kebutuhan yang luar bisa dan sewajarnya kita rindukan